Lihat

Unknown
Allah menciptakan para setiap hamba agar selalu mengingat-Nya, dan Dia menganugerahkan rezeki kepada setiap makhluk ciptaan-Nya agar mereka bersyukur kepada-Nya. Namun, mereka justru banyak yang
menyembah dan bersyukur kepada selain Dia.

Tabiat untuk mengingkari, membangkang, dan meremehkan suatu kenikmatan adalah penyakit yang umum menimpa jiwa manusia. Karena itu, Anda tak perlu heran dan resah bila mendapatkan mereka mengingkari
kebaikan yang pernah Anda berikan, mencampakkan budi baik yang telah Anda tunjukkan. Lupakan saja bakti yang telah Anda persembahkan.

Bahkan, tak usah resah bila mereka sampai memusuhi Anda dengan sangat keji dan membenci Anda sampai mendarah daging, sebab semua itu mereka lakukan adalah justru karena Anda telah berbuat baik kepada mereka. "
"Dan, mereka tidak mencela (Allah dan Rasul-Nya) kecuali karena Allah dan Rasul-Nya telah melimpahkan karunia-Nya kepada mereka."
(QS. At-Taubah: 74)

Coba Anda buka kembali catatan dunia tentang perjalanan hidup ini! Dalam salah satu babnya diceritakan: syahdan, seorang ayah telah memelihara anaknya dengan baik. la memberinya makan, pakaian dan minum,
mendidikanya hingga menjadi orang pandai, rela tidak tidur demi anaknya, rela untuk tidak makan asal anaknya kenyang, dan bahkan, mau bersusah payah agar anaknya bahagia. Namun apa lacur, ketika sudah berkumis lebat dan kuat tulang-tulangnya, anak itu bagaikan anjing galak yang selalu menggonggong kepada orang tuanya. la tak hanya berani menghina, tetapi juga melecehkan, acuh tak acuh, congkak, dan durhaka terhadap orang tuanya. Dan semua itu, ia tunjukkan dengan perkataan dan juga tindakan. Karena itu, siapa saja yang kebaikannya diabaikan dan dilecehkan oleh orang-orang yang menyalahi fitrahnya, sudah seyogyanya menghadapi semua itu dengan kepala dingin. Dan, ketenangan seperti itu akan mendatangkan balasan pahala dari Dzat Yang perbendaharaan-Nya tidak pernah habis dan sirna.

Ajakan ini bukan untuk menyuruh Anda meninggalkan kebaikan yang telah Anda lakukan selama ini, atau agar Anda sama sekali tidak berbuat baik kepada orang lain. Ajakan ini hanya ingin agar Anda tak goyah dan terpengaruh sedikitpun oleh kekejian dan pengingkaran mereka atas semua kebaikan yang telah Anda perbuat. Dan janganlah Anda pernah bersedih dengan apa saja yang mereka perbuat.

Berbuatlah kebaikan hanya demi Allah semata, maka Anda akan menguasai keadaan, tak akan pernah terusik oleh kebencian mereka, dan tidak pernah merasa terancam oleh perlakuan keji mereka. Anda harus
bersyukur kepada Allah karena dapat berbuat baik ketika orang-orang di sekitar Anda berbuat jahat. Dan, ketahuilah bahwa tangan di atas itu lebih baik dari tangan yang di bawah. 
"Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah. Kami tidak mengharapkan balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih."
(QS. Al-Insan: 9)

Masih banyak orang berakal yang sering hilang kendali dan menjadi kacau pikiranya saat menghadapi kritikan atau cercaan pedas dari orang-orang sekitarnya. Terkesan, mereka seolah-olah belum pernah mendengar wahyu Ilahi yang menjelaskan dengan gamblang tentang perilaku golongan manusia yang selalu mengingkari Allah. Dalam wahyu itu dikatakan: 
"Tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu daripadanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan."
(QS. Yunus: 12) 

Anda tak perlu terkejut manakala menghadiahkan sebatang pena kepada orang bebal, lalu ia memakai pena itu untuk menulis cemoohan kepada Anda. Dan Anda tak usab kaget, bila orang yang Anda beri tongkat
untuk menggiring domba gembalaannya justru memukulkan tongkat itu ke kepala Anda. Itu semua adalah watak dasar manusia yang selalu mengingkari dan tak pernah bersyukur kepada Penciptanya sendiri Yang Maha Agung nan Mulia. Begitulah, kepada Tuhannya saja mereka berani membangkang dan mengingkari, maka apalagi kepada saya dan Anda.

-La Tahzan
Unknown
"Telah pasti datangnya ketetapan Allah, maka janganlah kamu meminta agar disegerakan (datang)nya." 
 (QS. An-Nahl: 1)

Jangan pernah mendahului sesuatu yang belum terjadi! Apakah Anda mau mengeluarkan kandungan sebelum waktunya dilahirkan, atau memetik buah-buahan sebelum masak? Hari esok adalah sesuatu yang belum nyata dan dapat diraba, belum berwujud, dan tidak memiliki rasa dan warna.

Jika demikian, mengapa kita harus menyibukkan diri dengan hari esok, mencemaskan kesialan-kesialan yang mungkin akan terjadi padanya, memikirkan kejadian-kejadian yang akan menimpanya, dan meramalkan
bencana-bencana yang bakal ada di dalamnya? Bukankah kita juga tidak tahu apakah kita akan bertemu dengannya atau tidak, dan apakah hari esok kita itu akan berwujud kesenangan atau kesedihan?

Yang jelas, hari esok masih ada dalam alam gaib dan belum turun ke bumi. Maka, tidak sepantasnya kita menyeberangi sebuah jembatan sebelum sampai di atasnya. Sebab, siapa yang tahu bahwa kita akan sampai atau tidak pada jembatan itu. Bisa jadi kita akan terhenti jalan kita sebelum sampai ke jembatan itu, atau mungkin pula jembatan itu hanyut terbawa arus terlebih dahulu sebelum kita sampai di atasnya. Dan bisa jadi pula, kita akan sampai pada jembatan itu dan kemudian menyeberanginya.

Dalam syariat, memberi kesempatan kepada pikiran untuk memikirkan masa depan dan membuka-buka alam gaib, dan kemudian terhanyut dalam kecemasan-kecemasan yang baru di duga darinya, adalah sesuatu yang tidak dibenarkan. Pasalnya, hal itu termasuk thulul amal (angan-angan yang terlalu jauh). Secara nalar, tindakan itu pun tak masuk akal, karena sama halnya dengan berusaha perang melawan bayang-bayang.

Namun ironis, kebanyakan manusia di dunia ini justru banyak yang termakan oleh ramalan-ramalan tentang kelaparan, kemiskinan, wabah penyakit dan krmjekonomi yang kabarnya akan menimpa mereka. Padahal, semua itu hanyalah bagian dari kurikulum yang diajarkan di (sekolah-sekolah setan).
"Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir), sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia."
(QS. Al-Baqarah: 268)

Mereka yang menangis sedih menatap masa depan adalah yang menyangka diri mereka akan hidup kelaparan, menderita sakit selama setahun, dan memperkirakan umur dunia ini tinggal seratus tahun lagi.
Padahal, orang yang sadar bahwa usia hidupnya berada di 'genggaman yang lain' tentu tidak akan menggadaikannya untuk sesuatu yang tidak ada. Dan orang yang tidak tahu kapan akan mati, tentu salah besar bila justru menyibukkan diri dengan sesuatu yang belum ada dan tak berwujud.

Biarkan hari esok itu datang dengan sendirinya. Jangan pernah menanyakan kabar beritanya, dan jangan pula pernah menanti serangan petakanya. Sebab, hari ini Anda sudah sangat sibuk. Jika Anda heran, maka lebih mengherankan lagi orang-orang yang berani menebus kesedihan suatu masa yang belum tentu matahari terbit di dalamnya dengan bersedih pada hari ini. Oleh karena itu, hindarilah angan-angan yang berlebihan.

-La Tahzan-
Unknown
Sebagian dari kita mungkin sudah pernah membaca cerita ini tapi apa salahnya saya 
muat kembali buat saudara-saudara kita yang belum pernah membaca cerita ini 
dan sebagai bahan review buat yang sudah pernah membaca. Semoga bermanfaat……… 

         Suatu  masa  dahulu,  terdapat  sebatang  pohon  apel  yang  amat  besar.Seorang  kanak-
kanak lelaki begitu gemar bermain-main di sekitar pohon apel ini  setiap hari. Dia memanjat 
pohon  tersebut,  memetik  serta  memakan  apel  sepuas-puas  hatinya,  dan  adakalanya  dia 
beristirahat lalu terlelap di perdu pohon apel tersebut. Anak lelaki tersebut begitu menyayangi 
tempat permainannya. 

         Pohon  apel  itu  juga  menyukai  anak  tersebut.  Masa  berlalu…  anak  lelaki  itu  sudah 
besar dan menjadi seorang remaja. Dia tidak lagi menghabiskan masanya setiap hari bermain 
di  sekitar  pohon  apel  tersebut.  Namun  begitu,  suatu  hari  dia  datang  kepada  pohon  apel 
tersebut dengan wajah yang sedih. 

“Marilah bermain-mainlah di sekitarku,” ajak pohon apel itu. 

“Aku bukan lagi kanak-kanak, aku tidak lagi gemar bermain dengan engkau,” jawab remaja 
itu. 

“Aku mau permainan. Aku perlu uang untuk membelinya,” tambah remaja itu dengan nada 
yang sedih. 

         Lalu  pohon  apel  itu  berkata,  “Kalau  begitu,  petiklah  apel-apel  yang  ada  padaku. 
Juallah   untuk   mendapatkan   uang.   Dengan   itu,   kau   dapat   membeli   permainan   yang 
kauinginkan.” 

         Remaja itu dengan gembiranya memetik semua apel di pohon itu dan pergi dari situ. 
Dia tidak kembali lagi selepas itu. Pohon apel itu merasa sedih. 

Masa berlalu… 

Unknown
“Semoga catatan ini bisa memberi hikmah bagi kita para Akhwat yang sampai detik ini belum dipertemukan dengan jodohnya”

Sholat jum’at baru saja usai ditunaikan. Pak Yunus seperti biasa masih berada dalam
masjid bersama beberapa bapak yang lain. Tiba-tiba, baru saja selesai berdzikir, Pak Daud
menghampiri Pak Yunus: menepuk pundak Pak Yunus lantas berjabat tangan. Ya, Pak Yunus
dan Pak Daud sudah berteman sejak lama semenjak dipertemukan dalam satu
pengajian.“Gimana kabarnya Pak?”, sapa Pak Daud

“Alhamdulillah baik. Bapak sendiri gimana?”,balas Pak Yunus “Alhamdulillah.. (terdiam sebentar).
Ngomong-ngomong,, masih sendirian aja nih Pak?”,
Pak Daud melempar pertanyaan gurauan yang selama ini sering diajukannya.

Pak Yunus hanya tersenyum seperti biasanya jika ditanya hal itu.
Semenjak istri Pak Yunus meninggal dunia beberapa tahun lalu, Pak Yunus menjalani hari-
harinya tanpa pendamping. Usianya yang sudah kepala 6 pula yang sepertinya menjadi salah
satu keputusan untuk tak ingin menikah lagi. Ketiga anaknya yang telah berkeluarga
membuat Pak Yunus semakin kesepian. Ya, sebagai seorang laki-laki, terkadang perasaan
membutuhkan seorang pendamping di hari tua, juga dialami oleh Pak Yunus.

Banyak teman di sekitar Pak Yunus yang menyarankan untuk menikah lagi, termasuk
Pak Daud.

***


1 Syawal 1430 H

“Hei,, saudara-saudara,, Tasya mau nikah 2011 nanti..”, Mira, menantu Pak Daud,
tiba-tiba berteriak di ruang tengah saat kumpul keluarga besar Pak Daud. Spontan, saudara-
saudara yang lain langsung bertanya ke yang bersangkutan, Tasya, anak bungsu Pak Daud.

“Bener Sya?”
“Bener ka Tasya?”
Tasya hanya menanggapi pertanyaan-pertanyaan itu dengan senyuman, sambil berkata:
“Itu hanya rencana pribadi. Belum tahu rencana ALLAH nantinya..”

Di sisi lain, Tante Yeni hanya terdiam, dan tersenyum yang cukup dipaksakan. Tante
Yeni adalah adik perempuan Pak Daud yang belum juga bersuami di usianya yang menjelang
kepala 5.